Rabu, 06 April 2011

HERMENEUTIKA AL-QUR’AN FAZLUR RAHMAN

A. Pendahuluan
Dewasa ini menggema gagasan-gagasan untuk melakukan rekonstruksi total atas warisan kesejarahan umat Islam. Gagasan ini muncul karena ketidakmampuan warisan kesejarahan klasik tersebut dalam menghadapi tantangan zaman. Sungguhpun demikian, karena corak dasar peradabannya adalah teks, rekonstruksi yang dimaksud harus berangkat dari teks (al-Qur’an). Untuk memenuhi kebutuhan itu, para pemikir Islam modern membuat perangkat metodologi sesuai dengan basis keilmuan yang dikuasainya. Salah satu di antara mereka adalah pemikir besar dari Pakistan Fazlur Rahman.
Fazlur Rahman lahir di Hazara Pakistan 21 September 1919. Ia lahir di tengah suasana perseteruan tiga kubu, kaum modernis, tradisionalis, dan fundamentalis. Kaum modernis merumuskan Negara Islam dalam bingkai ideologi modern. Kaum tradisionalis menawarkan konsep Negara Islam tradisional; khilafah dan imamah. Sedangkan kaum fundamentalis mengusung ide ‘kerajaan Tuhan’. Latar belakang ini menjadi pemicu baginya untuk mendalami seluk-beluk keilmuan Islam dan berbagai metodologi pemikiran. Di tengah perdebatan inilah, setelah menyelesaikan studinya di Lahore dan Oxford University, Rahman tampil mengemukakan gagasan pembaharuannya.

B. Gagasan Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman
Metodologi tafsir al-Qur’an Fazlur Rahman dinisbatkan dengan hermeneutika, bukan tafsir, ta’wil dalam pengertian konvensional sebagaimana yang lazim digunakan oleh para mufasir. Rahman sendiri tidak pernah mengklaim jenis hermeneutika yang dianutnya. Namun karena teori interpretasinya menampakkan kebaruan dan progresivitas, para pengamat menggolongkan dalam kajian hermeneutika. Ada tiga kata kunci dalam memahami hermeneutika al-Qur’an Fazlur Rahman, yakni pendekatan sosio-historis, teori gerakan ganda, dan pendekatan sitetis-logis.


1. Pendekatan Sosio-Historis
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melihat kembali sejarah yang melatari turunnya ayat. Ilmu asbabun nuzul sangat penting dalam hal ini. Atas dasar apa dengan motif apa suatu ayat diturunkan akan terjawab lewat pemahaman terhadap sejarah. Pendekatan historis hendaknya dibarengi dengan pendekatan sosiologis, yang khusus memotret kondisi sosial yang terjadi pada masa al-Qur’an diturunkan. Dalam ranah sosiologis ini, pemahaman terhadap al-Qur’an akan senantiasa menunjukkan elastisitas perkembangannya tanpa mencampakkan warisan historisnya. Dengan demikian universalitas dan fleksibilitas al-Qur’an senantiasa terjaga.
Di sini perlu dibedakan antara Islam normatif dan Islam historis. Islam normatif adalah sumber norma dan nilai yang mengatur seluruh tata kehidupan. Ia bersifat universal. Sedangkan Islam historis merupakan Islam yang diterjemahkan oleh umat Islam sepanjang sejarah. Meskipun Islam normatif sebagai penilai terhadap Islam historis, yang terakhir ini tidaklah lantas dibuang begitu saja karena diperlukan untuk pengoperasian sosio-historis. Dengan begitu umat Islam akan memiliki landasan untuk membicarakan ajaran agamanya.

2. Teori Gerakan Ganda
Langkah berikutnya setelah penekanan pada pendekatan sosio-historis adalah pentingnya membedakan antara legal spesifik dan ideal moral yang dikenal dengan istilah gerakan ganda (double movement). Ideal moral adalah tujuan dasar moral yang dipesankan al-Qur’an. Sedangkan legal spesifik adalah ketentuan hukum yang ditetapkan secara khusus. Ideal moral al-Qur’an lebih patut diterapkan ketimbang ketentuan legal spesifiknya sebab ideal moral bersifat universal. Dengan ini Rahman berharap agar hukum-hukum yang akan dibentuk dapat mengabdi pada ideal moral, bukan legal spesifiknya karena al-Qur’an selalu memberi alasan bagi pernyataan legal spesifiknya. Langkah yang dilakukan, pertama memperhatikan konteks mikro dan makro ketika ayat diwahyukan. Kedua, menerapkan nilai dan prinsip umum tersebut pada konteks pembaca al-Qur’an kontemporer. Pendekatan ini oleh Rahman digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat hukum dan sosial.

3. Pendekatan Sintetis-Logis
Jika dalam memahami ayat-ayat hukum dan sosial Rahman menggunakan pendekatan sosio-historis dan gerakan ganda, tidak demikian halnya ketika Rahman berhadapan dengan ayat-ayat metafisi-teologis. Untuk wilayah ini, Rahman menggunakan pendekatan sintetis-logis. sintetis-logis adalah pendekatan yang membahas suatu tema dengan cara mengevaluasi ayat-ayat yang berhubungan dengan tema yang dibahas.

C. Operasi Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman
1. Hukum
Poligami
Poligami merupakan isu yang selalu muncul dalam hukum keluarga. Secara umum ulama Pakistan berpandangan bahwa poligami dibolehkan dalam Islam bahkan dijustifikasi dan ditoleransi oleh al-Qur’an sampai empat istri. Pandangan ini bagi Rahman mereduksi iedal moral al-Qur’an. Praktik ini tidak sesuai dengan harkat wanita yang memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki sebagaimana dinyatakan al-Qur’an. Karena itu, pernyataan al-Qur’an yang membolehkan poligami hendaknya dipahami dalam nuansa etisnya secara komprehensif. Ada syarat yang diajukan al-Qur’an yang tidak mungkin dipenuhi laki-laki, yakni berlaku adil. Dalam kasus ini, klausa tentang berlaku adil harus mendapatkan perhatian dan niscaya punya kepentingan lebih mendasar ketimbang klausa spesifik yang membolehkan poligami. Jadi, pesan terdalam al-Qur’an tidak menganjurkan poligami, melainkan monogami. Itulah ideal moral yang hendak dituju al-Qur’an.
Potong Tangan
Dalam hukum potong tangan bagi pencuri, menurut Rahman, ideal moralnya adalah memotong kemampuan pencuri agar tidak mencuri lagi. Secara historis-sosiologis, mencuri menurut kebudayaan Arab tidak saja dianggap sebagai kejahatan ekonomi, melainkan juga kejahatan melawan nilai-nilai dan harga diri manusia. Namun sejalan perkembangan jaman, mencuri hanyalah kejahatan ekonomi, tidak ada hubungannya dengan pelecehan harga diri. Karenanya, bentuk hukumannya harus berubah. Mengamputasi segala kemungkinan yang memungkinkan ia mencuri lagi dapat dilakukan dengan berbagai cara yang lebih manusiawi, misalnya penjara atau denda. Jadi hukum potong tangan adalah budaya Arab, bukan hukum Islam.

2. Metafisika
Tuhan
Dalam interpretasi tentang Tuhan, Rahman merespon dua pemikiran, Barat dan Muslim. Orang Barat banyak yang menggambarkan Tuhan dalam al-Qur’an sebagai suatu konsentrasi kekuatan semata, bahkan sebagai kekuatan yang kejam; raja zalim. Di kalangan Muslim Mu’tazilah dan Asy’ariyah telah mereduksi makna hubungan Tuhan dan manusia. Mu’tazilah memberi peran yang besar kepada manusia dan mengecilkan peran Tuhan sehingga manusia tampak benar-benar ”bertanggungjawab”. Asy’ariyah memandang manusia tidak memiliki kekuatan sama sekali, sehingga Tuhan tampak sebagai yang maha kuasa. Sementara kaum sufi menganut paham pantheisme, semua adalah Tuhan.
Menurut Rahman, ada tiga hal yang sering ditekankan al-Qur’an sebagai upaya pemberian peringatan kepada manusia,
(1) segala sesuatu selain Tuhan bergantung kepada tuhan,
(2) Tuhan adalah Maha Pengasih, dan
(3) aspek-aspek ini mensyaratkan hubungan yang tepat antara Tuhan dan manusia, hubungan yang dipertuan dan hamba-Nya, yang pada akhirnya mengkonsekuensikan hubungan yang tepat pula di antara sesama manusia.
D. Implikasi Metodologis Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman
- Menyuguhkan metodologi baru dalam pengembangan keilmuan Islam
Hermeneutika Rahman adalah hermeneutika yang memadukan akar tradisional Muslim dengan temuan hermeneut Barat modern. Dinamakan hermeneutika al-Qur’an karena hermeneutika difungsikan sebagai alat untuk menafsirkan kitab suci al-Qur’an.
- Menggeser paradigma dari wilayah metafisik-teologis ke wilayah etis-antropologis
Teori gerakan ganda membuat hermeneutika Rahman menebarkan nilai-nilai etis karena ideal moral menjadi tujuan utamanya.
- Menegakkan etika sosial dalam Islam modern.
Pergeseran paradigma dari dari wilayah metafisik-teologis ke wilayah etis-antropologis merupakan pembaharuan atas tujuan etis; tujuan yang akan mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai mahluk luhur.
E. Simpulan
Di antara poin penting dalam mkalah ini adalah bahwa metode hermeneutika Al-qur’an Fazlur Rahman tidak semata pendekatan ‘gerakan ganda’ (double movement) melainkan juga pendekatan ‘sosio-historis’ dan ‘sintetis-logis’. Pendekatan historis dibarengi dengan pendekatan sosiologis, yang khusus memotret kondisi sosial yang terjadi pada masa al-Qur’an diturunkan. Pendekatan gerakan ganda adalah masuk ke akar sejarah untuk menemukan ideal moral suatu ayat dan membawa ideal moral itu ke dalam konteks kekinian. Pendekatan ini digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat hukum. Sedangkan sintetis-logis adalah pendekatan yang membahas suatu tema dengan cara mengevaluasi ayat-ayat yang berhubungan dengan tema yang dibahas. Pendekatan ini digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat metafisis-teologis. Jelas, di sini ditekankan keterpaduan wahyu. Inilah salah satu kritik Rahman terhadap pendekatan ulama abad pertengahan yang cenderung melihat wahyu sebagai sesuatu yang bersifat parsial dan atomistis, tidak utuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar